GURU, yang ku ingat dari profesi itu adalah “guru adalah pekerjaan mulia”. Sebatas itu, tapi tidak pernah terpikirkan mengapa ia mulia. Teman-teman kantorku dulu termasuk aku juga sering berkata, “Guru itu enak sekali, profesi yang memiliki hari libur paling banyak, pulangnya paling cepat, jika siswa libur dia pun ikut libur.

Ternyata semua itu salah!

SGEI (Sekolah Guru Ekselensia Indonesia) telah merubah pola pikirku tentang guru. Kini aku sadar mengapa guru dikatakan mulia. Ternyata di tangan mereka akan dicetak generasi bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa masa depan anak-anak bangsa terletak di tangan guru-guru kita. Jika gurunya mampu mendidik dengan baik, maka mereka akan mampu mencetak generasi emas bangsa, begitu pun sebaliknya.

Guru yang baik tentunya tidak hanya mampu menyampaikan pembelajaran akan tetapi mampu mendidik siswa. Ia harus profesional. Mampu mengetahui apa yang dibutuhkan siswa didiknya, bagaimana membuat mereka merindukan langkah-langkah menuju sekolah tiap paginya. Sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang no. 14 tahun 2005 bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Menjadi guru ideal seperti di atas bukanlah hal yang mudah, butuh proses, dan perjuangan yang sungguh-sungguh. Guru harus terus belajar, mencari metode-metode yang terbaik yang akan diterapkan dalam pembelajaran. Profesi seorang guru tidak sebatas bekerja di kelas, tetapi sebelumnya harus ada perencanaan pembelajaran yang dituangkan dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Setelah mengajar, perlu evaluasi dan penilaian (assesment), ini berarti guru haruslah disiplin dalam waktu agar semua itu dapat terlaksana dengan baik.

Ternyata sampai di situ pun belum cukup!

Sambil mengajar pun guru harus mengamati dan mempelajari pola dan tingkah laku anak didiknya, agar dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang sedang mereka alami. Itu juga bermanfaat untuk mendapatkan metode pembelajaran yang tepat. Proses ini memerlukan waktu yang tidak singkat, harus dilakukan penelitian dengan tahap merencanakan, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan, yang dituangkan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Ah… ternyata guru hampir tidak memiliki hari libur.

Guru adalah panutan. Setiap tindak tanduknya dapat dengan mudah ditiru oleh anak didiknya, sehingga penampilan menjadi hal yang patut diperhatikan. Bukan hanya sekertaris atau pramugari yang harus tampil rapi dan sempurna tapi guru pun harus tampil sempurna.

Namun inti belajar mengajar tidak berhenti sampai pada proses, ada hal yang jauh lebih penting dari kesemua itu. Guru wajib berkarakter. Proses dapat terlaksana dengan baik jika semuanya dijalankan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, sehingga guru harus memiliki kecerdasan emosi yang tinggi untuk mampu mengajar dengan hati. Sadar akan tanggung jawab amanah yang dipercayakan untuk mencetak generasi emas bangsa dengan memandang anak didik seperti buah hati sendiri. Menjadi sosok yang dirindukan oleh anak didiknya, sehingga harus mampu memberikan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Nah, sekarang apakah kita layak disebut sebagai guru?

 

Darma Mahardhika, S.E